1. Desa Dengan Penduduk Keterbelakangan Mental
Sebanyak 445 warga di tiga desa yakni Desa Patihan, Pandak, dan Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengalami keterbelakangan mental atau idiot. Kondisi ini diyakini sudah terjadi sejak 1970-an. Saat itu terjadi kemarau berkepenjangan di lereng perbukitan Rajekwesi yang menjadi awal malapetaka kemiskinan.
Sebanyak 445 warga di tiga desa yakni Desa Patihan, Pandak, dan Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengalami keterbelakangan mental atau idiot. Kondisi ini diyakini sudah terjadi sejak 1970-an. Saat itu terjadi kemarau berkepenjangan di lereng perbukitan Rajekwesi yang menjadi awal malapetaka kemiskinan. Tiga desa tersebut bersebelahan hanya dipisahkan oleh gugusan perbukitan Rajekwesi. Desa Sidoharjo berada di lereng sebelah utara, Desa Karang Patihan di lereng timur, sementara Desa Pandak berada di tenggara. Namun jarak antar desa mencapai puluhan kilometer dipisahkan hutan dan perbukitan kapur.
Kepala Desa Karang Patihan Daud Cahyono menuturkan, sejak kemarau menerjang, kondisi desa di sekitar perbukitan menjadi tandus dan berkapur. Tak sedikit warga yang kekurangan gizi, kekurangan iodium, sehingga menyebabkan kebodohan.
Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo Iman Sukmanto membenarkan hal tersebut. Menurut dia, salah satu penyebab keterbelakangan mental ratusan warga adalah kekurangan iodium yang banyak terdapat pada garam atau kecap. Untuk menghindari agar kasus idiot tidak berlanjut, Pemkab dan Dinkes Ponorogo terus melakukan sosialisasi perbaikan gizi kepada masyarakat, termasuk pembagian garam iodium gratis kepada seluruh warga.
Diharapkan generasi baru di kawasan tersebut tidak lagi mengidap keterbelakangan mental.
Pengidap idiot parah yang sudah berusia lanjut dan tidak bisa beraktivitas sama sekali, Pemkab berencana memberikan santunan berkala sampai penderita habis.
Pengidap idiot parah yang sudah berusia lanjut dan tidak bisa beraktivitas sama sekali, Pemkab berencana memberikan santunan berkala sampai penderita habis.
2. Desa Kepiting
Sebuah perkampungan yang warganya mengalami kelainan fisik ditemukan di Dusun Ulutaue, Desa Mario, Kecamatan Mare, Bone, Sulawesi Selatan. Di sana, puluhan penduduknya menderita kelainan di jari kaki dan tangan. Mulai dari lanjut usia hingga bawah lima tahun, jari-jari mereka terbelah menjadi dua hingga mirip capit kepiting.
Pantauan SCTV, Senin (7/2) di Dusun Ulutaue, baik anak-anak maupun dewasa memiliki jari terbelah dua dan terkadang hanya memiliki tiga ruas jari. Alhasil, jika difungsikan, jari mereka mirip dengan kepiting. Fenomena tersebut mereka anggap sebagai kutukan bagi mereka yang berasal dari garis keturunan yang sama.
Kendati demikian, mereka tak pernah malu dengan warga kampung lain. Bahkan hal ini sudah menjadi hal biasa seperti takdir mereka. Bisa jadi, keanehan tersebut terjadi lantaran asupan gizi yang kurang sejak usia dalam kandungan. Maklum, pekerjaan mereka sehari-hari hanyalan nelayan. Ironisnya, hingga sekarang belum satu pun tim medis atau pemerintah setepat meneliti bahkan mengobati para penduduk di kampung itu.
Akibat keanehan pada jari-jari mereka, sebagian warga kampung lain ada yang merasa jijik bergaul dengan mereka. Tak hanya itu, perkampungan mereka pun diberi sebutan ‘Kampung Manusia Kepiting’ oleh warga setempat.
3. Desa Yang Penduduknya Hidup Tanpa Air Bersih
Lebih dari 40 tahun warga Pedukuhan Wangon, Desa Kubangsari, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, hidup tanpa air bersih. Mereka merasa hidup tak layak di negera merdeka. Desa yang berpenduduk lebih dari 2.255 jiwa ini hidup tanpa air bersih.
Air bersih bagaikan barang langka yang sulit didapat. Sementara pemerintah daerah seolah menutup mata terhadap kesulitan warganya itu. Konon katanya, desa ini kena kutukan karena ada seorang nenek nenek yang meminta air minum ke warga desa tapi ga ada yang ngasih. Pemerintah ingin segera membangun sumur bor untuk mendapatkan air bersih, sayangnya hasilnya pun sia-sia.
4. Desa Tanpa Kasur
Dusun kasuran adalah salah satu dusun yang yang ada di desa margodadi kecamatan sayegan, sleman. Sepintas emang gak beda sama dusun yang laen gan, tapi satu hal yang membedakan adalah mayoritas penduduknya gak tidur diatas kasur.
Tradisi ini udah berlangsung turun-temurun sejak jaman nenek moyang, dan gak cuma ditaati oleh orang-orang yang udah sepuh, tapi juga orang-orang muda dan anak-anak. Meyoritas warga tidur hanya beralaskan tikar atau dipan yang gak ada kasurnya.
Kebiasaan ini tentunya bukan tanpa alasan, mitosnya aturan agar warga gak tidur diatas kasur merupakan perintah dari Sunan Kalijaga. Dusun ini dulunya emang pernah disinggahi Sunan Kalijaga ketika melakukan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Kalijaga berjalan dari Godean menuju arah utara, antara lain melewati Dusun Grogol dan Tuksibeduk. Sampai di Kasuran sekitar pukul 13.00-14.00 Sunan Kalijaga merasa sangat lelah. Kemudian dia meminta salah satu warga agar menggelarkan kasur untuk istirahat.
Ketika akan melanjutkan perjalanan, Sunan Kalijaga berpesan agar warga jangan sekali-kali tidur diatas kasur. Pesan tersebut masih dilaksanakan sampe sekarang, bukan hanya buat penduduk asli tapi juga buat penduduk baru.
Trus bagaimana kalo dilanggar? menurut pengakuan penduduk setempat biasanya akan terjadi hal-hal yang aneh. Seperti yang terjadi pada 11 orang mahasiswa yang sedang KKN di daerah ini, sebelumnya mereka udah diberitahu tentang peraturan tak tertulis yang dipercaya masyarakat, tapi gak tau apakah mereka bener-bener percaya atau hanya manggut-manggut tapi dalam hati menolak. Alhasil menjelang tengah malam 4 orang mahasiswa teriak-teriak histeris, teman-temannya mengira 4 orang ini masuk angin, setelah dipanggilkan dokter kondisi mereka tetap sama, setelah dipanggilkan sesepuh barulah mereka bisa tenang.
Kisah lain, salah satu warga Kasuran menidurkan anaknya yang masih kecil di atas kasur. Tanpa diketahui sebabnya anak tersebut tiba-tiba mengalami panas tinggi, menangis dan berteriak tanpa sebab yang jelas, setelah ditidurkan di ‘jogan’ (lantai) baru berhenti menangis
[sumber]